![]() |
Ilustrasi |
"Barang siapa yang mencari sahabat/saudara yang tidak memiliki aib, maka dia akan hidup tanpa sahabat/saudara selamanya"
Sejenak mari kita jalan-jalan ke kota yang selalu menyisipkan tarian-tarian khas di setiap pentas perfilmannya. Sahabat sudah bisa menebaknya ?
Ya .. kota itu bernama India, lebih tepatnya di Mumbai. Sahabat akan saya kenalkan dengan uwa (paman) saya, yang namanya cukup mendunia. Beliau bernama Anthony De Mello.
Lanjut yah, sekarang sahabat sudah berjabat tangan dan sudah saling tukar nama- saya harap- sahabat bisa saling bertukar sapa dengan karyanya yang sangat lekat dengan meditasi.
Selanjutnya lagi, saya akan sedikit cerita tentang karya nya, yakni "Walking On Water" (Ceuk bahasa urangmah 'Berjalan Dia Air'). Judulnya terdengar seperti kemampuan Aang di film Avatar bukan?, tapi sayang buku ini bukan menceritakan cara agar kita bisa berjalan di atas air. Ini adalah salahsatu dari banyak karyanya yang mendeskripsikan tentang diri anda sendiri, tentang anda masih Sumit (Sulit Rumit) dengan kehidupan.
Nah, sekarang kita mulai ceritanya.
Hampir disetiap karnyanya, Anthony De Mello konsisten menyidangkan cerita-cerita sederhana yang dipotret dengan angle yang unik, salah satunya adalah kisah seekor kodok dan tuan putri.
Suatu ketika tuan putri berjalan menyusuri hutan sembari menikmati nyanyian burung yang saling bersautan menghiasi cerahnya hari. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sapaan salam dari seekor kodok rawa. Dengan rasa heran tuan putri langsung menghampirinya. Mengetahui hal itu si kodok tertunduk seolah memberi penghormatan.
"Apakah salam itu dari mu?," tanya tuan putri.
"Betul tuan putri, akulah orangnya,"
"Orangnya?, bukankah kau seekor kodok?," tanya tuan putri memastikan.
"Aku adalah seorang pangeran yang dikutuk oleh penyihir menjadi kodok rawa. Penyihir itu berkata, 'kau akan kembali menjadi pangeran jika ada seorang putri yang peduli dan bersedia membawa serta memberamaimu tiga hari berturut-turut'."
Setelah mendengar syarat yang disampaikan penyihir, akhirnya tuan putri membawanya ke istana. Tak sedikit yang merasa heran dan jijik dengan kodok yang dibawa tuan putri ke istana. "Tidak, dia tidak menjijikan, dia adalah seorang pangeran," tepis tuan putri.
Tuan putri membawa dan menjaganya siang, malam di kursi, di bantal, disamping ia tidur. Setelah tiga hari berlalu, tepat diatas kasurnya, tuan putri diperlihatkan dengan seeorang pangeran gagah. Ya .. dialah kodok rawa yang telah menjelma kembali menjadi manusia.
Kira-kira apa yang unik dari kisah ini? Ialah tak peduli seberapa banyak orang yang mengatakan kodok itu menjijikan, tuan putri tetap menilainya sebagai pangeran. Bisakah sahabat terapkan ini pada sahabat yang lain?
Barangkali sahabat menilai kesalahan berbanding lurus dengan ke-jijik-an. Tapi dari sudut pandang ini kita bisa lebih memandang sesuatu yang lebih berharga dan penting dari sekedar kedengkian, cacian dan hinaan atas segala kesalahannya, yakni bahwa mereka adalah sahabat anda.
Sekarang coba bayangkan sahabat yang tidak anda sukai dan anda sedang berhadapan dengannya yang ditemani kopi. Bicaralah kepadanya dengan penuh kasih. Katakan kepadanya;
"Kau berbuat banyak kesalahan kepadaku. Kau membuat kesal jengkel bahkan tak jarang membuat batinku mencaci sikapmu. Tapi bagiku mengumpat dan mencaci bukanlah hal penting, sebab setiap orang bisa melakukan hal itu. Kau adalah sahabatku, kau adalah saudaraku, dan itu yang lebih penting bagiku."
Terakhir, sebagai penutup, saya mencoba memberi pesan singkat barangkali berguna, "Mengakui pada diri sendiri bahwa kita adalah sahabat yang buruk itu baik, tapi tetap berusaha menjadi yang terbaik itu jauh lebih baik," semoga.
Wallahualam
0 Comments